Ingatan Kepada Sahabat

1997 – 1998 Setelah Kerusuhan Mei 1998 Sedikit Reda
Ketika hadir di rumah, umurnya kira-kira 2 tahun. Bapak menamainya Bendul. Dia itu anjing jantan dari ras asli Jawa alias kampung. Saya masih ingat betul si pedagang hewan mengatakan bahwa Bendul ini berasal dari ras Merapi (Mungkin karangannya sendiri atau dia mengambil anjing dari lereng Merapi). 
    Aku ingat betul  masa awal kehadirannya di rumah. Awalnya, dia adalah anjing penakut. Dia selalu minder apabila diajak bermain atau dipanggil. Matanya sering mengeluarkan air mata. Butuh waktu 5 bulan baginya untuk menyesuaikan diri.
    Setelah lima bulan itu, sosoknya berubah menjadi seekor anjing yang bersahabat, setia, dan patuh. Terkadang, pribadinya begitu iseng terhadap sepatu, kaki meja, dan tanaman yang kadang-kadang membuat Bapak kesal.

1999 – 2001
Aku ingat betul ketika kakakku yang nomor tiga pulang dari magang dan akan mengerjakan tugas akhir. Aturan dari bapak saat itu ialah : Anjing itu harus tidur di luar. Bahkan, dalam kondisi hujanpun anjing harus tetap tidur di luar. Dengan kepulangan si Bro nomer tiga ini, Bendul selalu dibawa ke kamar dan tidur dalam kondisi hangat.
     Perlakuan bro nomer tiga kepada Bendul menjadikan Bendul anjing yang ramah dan bisa diajak bercanda. Kalau kepada bapak sendiri, Bendul teramat sangat patuhnya. Mungkin juga Bendul takut kepada Bapak. Tapi Bapak senantiasa mengajak jalan-jalan tiap pagi sebelum berangkat kerja. Singkat kata, dia anjing laki-laki dan kami buat relasi dengannya secara laki-laki.
    Ketika tiba waktunya bagi Bro nomer Tiga lulus kuliah, semua pihak ikut repot menyediakan pesta syukuran. Tampaklah bahwa Bendul juga ikut hanya dengan berlari-lari mengikuti bapak dan para pembantu rumah belanja. Mungkin, hanya itulah bantuannya : menemani persiapan.
    Seusai lulus kuliah, si bro nomer tiga akan pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan pertamanya. Aku ingat betul ketika Bro nomer tiga akan pergi. Sebelum keberangkatannya, Bro nomer tiga ini memeluk Bendul begitu hangatnya. Aku lihat sendiri air menetes dari mata Bendul.


2001-2003 
Bendul hidup bersama aku dan bapak. Setiap hari selalu makan nasi yang dicampur dengan daging ayam. Pernah pada kurun waktu 2002-2003, Bendul mendapat teman tiga ekor anjing. Nama anjing yang lainnya adalah Denok, Sentono, dan Sentini. Semua anjing baru itu juga ras asli Indonesia. Mereka berempat tumbuh akrab.
    Kalau kami peliahara anjing, kami melepasnya begitu saja. Semua tetangga masih tidak mempermasalahkan kenajisan anjing – ya pada zaman itu masih santai. Denok, Sentono, dan Sentini juga menjadi akrab dengan kami. Hingga akhirnya, kami menerima kenyataan pahit. Denok diambil orang tak dikenal karena badannya yang gemuk (pasti enak dijadikan sengsu) dan sentini mati terlindas mobil. Aku ingat betul ketika itu aku yang menangis. Bendul? Bendul tidak menangis melainkan menghiburku dengan menjilat-jilat wajahku dan seolah berkata, “jangan nangis, master! Kan masih ada saya. Saya masih mau ikut Master.”
    Terkadang kami sering meninggalkan dia sendirian di rumah untuk berlibur. Kami tak memberikannya makanan. Aku ingat bahwa tindakanku dan Bapak itu begitu kejam kepada hewan. Dasar anak SD, aku tidak berpikir banyak hal. 
    Hingga pada suatu waktu, kondisi ekonomi yang turun drastis mulai menghimpit kami. Bapak dan aku terpaksa kontrak rumah dalam satu kompleks yang sama. Bendul tetap setia ikut.

2003 tengah – akhir  
Aku ingat betul ketika suatu waktu ada kejadian ini. 
Aku merasa bahwa aku bingung. Dalam benak anak kecil yang masih lugu terkadang masih terpikirkan : “kenapa aku hidup? Kenapa aku dilahirkan? Kenapa aku harus memelihara Bendul?” 

Setiap liburan panjang tiba, aku tidak selalu berlibur ke tempat yang jauh. Banyak waktu hanya kuhabiskan di rumah. Kadang-kadang pergi berlibur, kadang-kadang di rumah. Tetapi, yang kucatat adalah aku lebih sering di rumah. 
    Pada hari senin entah tanggal berapa, bulan januari, tahun 2003, sekolahku masih libur. Aku berjalan-jalan ke suatu taman di seberang kompleks perumahanku. Waktu itu sore hari dan suasananya adalah suasana candik (seluruh langit dan awan berwarna jingga kemerahan). Filosofi budaya Jawa meyakini bahwa Candik menyebabkan kita bertambah cantik atau tampan. Entahlah, aku hanya ingin main ke taman bersama Bendul.
    Aku ingat betul ketika itu aku iseng menghabiskan uang untuk membeli ayam goreng tepung. Aku beli dua potong : paha dan dada. Aku makan paha sedangkan Bendul kuberikan Dada. Mungkin kejadian itu biasa saja. Akan tetapi, aku mengingat suatu hal yang menyebabkan aku sayang sekali kepada anjingku yang satu ini.
    Bendul menatapku dengan dalam. Ia seolah-olah bicara : “Master, terima kasih udah ambil aku dari pasar waktu itu. Aku bahagia bersama master. Aku dulu disiksa dan sekarang Master menyelamatkan aku. Aku sayang sekali sama Master!” 
    Yang kudengar hanyalah suara; “ngik…ngik..ngikk…!”
    Setelah bersuara seperti itu, kepalanya disandarkan di punggungku. 
Bendul itu anjing jagoan. Setiap hari ia selalu pergi kemanapun ia suka. Ia bahkan mengawini tiga induk hingga anak-anaknya dipelihara oleh si pemilik induk itu. Ketika Bapak benci dengan kucing, Bendul yang bertugas menjaga meja makan dari ancaman kucing-kucing liar. 
Karena Bendul, Bapak tidak perlu mengusir atau memukul kucing. Bendul hanya menggonggong dan sesekali mengejar hingga kucing itu jera. Walaupun dulunya Bendul gemar menyiksa kucing, Bendul akhirnya jera untuk menyiksa kucing. Rupanya, binatang tahu harga-menghargai terhadap kehidupan sesama makhluk. 
Bendul juga anjing pemberani. Dengan anjing yang lainnya, Bendul sering berkelahi hingga luka parah. Pernah pada suatu saat, Bendul menderita luka parah hingga pahanya sobek. Aku kaget dengan kondisi itu dan kukatakan kepada Bapak, “ayo Bendul dibawa ke dokter Hewan!” Jawaban bapak hanya sederhana, “Halaahh, Bendul kan anjing kampung, yo nanti ganti anjing yang lebih bagus aja!” Meskipun demikian, aku merengek sekuat tenaga hingga akhirnya Bendul bisa dibawa ke dokter hewan. Bendul dijahit 12 jahitan dan sembuh dalam waktu dua bulan. 
Esoknya aku akan pergi ke sekolah. Bendul mengikutiku hingga pintu gerbang perumahan. Wah, belum pernah Bendul pergi sejauh ini karena perumahanku ada 4 sektor dan sangat luas wilayahnya. Aku lihat bahwa Bendul begitu dalam menatapku. Ia bahkan menggaruk-garuk kakiku dan menarik tas sekolahku yang menyiratkan pesan bahwa aku tak boleh pergi hari ini. 
Hmmm… ada apa dengan kelakuannya hari ini? Ah, kutepis pikiran-pikiran yang buruk. Aku langsung naik angkutan umum yang biasa disebut “kol”. Turun dari “kol”, aku lanjutkan perjalanan ke sekolah dengan angkutan bus mini. 
Sekolah kulalui dengan hari yang biasa saja. Akan tetapi yang tidak biasa adalah kejadian sepulang sekolah. Kulihat Bendul terkulai lemas di teras depan. Di samping mukanya, ada muntahan dari makanannya yang bercampur dengan cairan darah (aku mengira ini darah). Dalam benakku, pasti anjing ini keracunan. 
Kuajak masuk ke dalam rumah dan kuberi susu. Esoknya aku pergi ke sekolah dan hari yang kulalui di sekolah juga biasa saja. Aku tahu hari ini 2 orang kakakku, si mbak nomer satu dan si bro nomer 3, pulang ke rumah. 
Dalam perjalanan perasaanku sungguh tak enak. Pikiranku kacau. Rasanya aku ingin segera sampai ke rumah. Perjalanan 1 jam menuju ke rumah dan sesampainya di rumah aku langsung disambut oleh si bro nomer 3. Si mbak nomer 1 mengatakan sebuah berita yang membuat aku diam tak bergerak, “Bendul meninggal, dia ditabrak oleh mobil tetangga sebelah. Tadi tetangga sebelah udah minta maaf.”
Aku minta penjelasan dari tetangga yang telah menabrak anjingku, katanya, “anjing itu udah kami klakson tapi gak mau pergi. Sewaktu kami klakson yang kelima kali, dia mulai menyingkir. Kami kira aman lalu kami jalankan saja mobilnya. Tiba-tiba anjingnya adik maju ke arah roda, kayak menabrakkan diri.” Ahh… omong kosong! Aku menilai omongan tetanggaku itu tak masuk akal.
Dengan sedikit pesan menghibur, si mbak nomer 1 memegang pundakku dan mengatakan, “udah jangan sedih, nanti kita cari anjing yang lebih bagus dan lucu.”

Ah, Kenapa aku tulis ini? Ah iya, aku ingat : Hari ini adalah hari kedatangan Bendul ke rumahku, 21 November 1997. Bendul wafat pada tanggal 21 November 2003. Enam tahun kebersamaan yang tak akan kulupakan. Mendadak aku ingat sahabatku yang satu ini. Semoga kau damai di sana. 

Kantor Matari Advertising
21 November 2014,
Untuk Anjing di seluruh dunia

Komentar